Rasulullah SAW bersabda, “Mencari yang halal adalah wajib hukumnya atas setiap muslim.” (HR Thabrani) Untuk menilai suatu transaksi bisnis apakah terkategori halal ataukah tidak, terkategori sesuai syariah ataukah tidak, maka perlu parameter acuan yang jelas. Parameter syar’i atau tidaknya suatu bisnis, tidak hanya dilihat dari aspek produknya saja (sebagaimana dipahami kebanyakan orang), tapi harus komprehensif, menyangkut aspek hulu hingga hilirnya. Artinya, input, proses maupun output bisnis itu wajib terikat dengan hukum syariah.
Jika hal itu sudah dilakukan, maka bolehlah bisnis itu dilabeli dengan nama bisnis syariah. Jika bergerak di bisnis property, maka bisnis itu sah dilekatkan padanya nama Property Syariah. Hal ini sangat penting untuk dipastikan, agar kita tidak terjebak pada pelabelan nama syariah sebagai pemanis jualan, sementara akad-akad transaksinya ternyata tidak sesuai syariah. Lantas, apa saja ruang lingkup sebuah bisnis sehingga layak dinamakan sebagai bisnis property syariah ?
INPUT
Akad-akad yang terkategori INPUT meliputi faktor-faktor produksi suatu bisnis. Misalnya tentang permodalan, tentang bentuk badan usaha, tentang kontrak tenaga kerja dan sebagainya. Jika terkait dengan bisnis property, maka pebisnisnya (developer) wajib memahami hukum syariah tentang berbagai urusan itu. Misalnya :
A. Organisasi atau Badan Usahanya , Wajib memahami Fiqh Syirkah.
B. Permodalannya, Wajib memahami Fiqh Riba dan Fiqh Syirkah.
C. Lahan atau Tanahnya, Wajib memahami Ahkamul aradhi dan Fiqh Jual Beli.
D. Tenaga Kerjanya, Wajib memahami Fiqh Ijarah
PROSES
Akad-akad yang menyangkut PROSES, misalnya tentang teknologi dan manajemen yang digunakan, barang atau jasa yang diproduksi, proses pemasaran dan promosinya dan sebagainya. Jika terkait dengan bisnis property, maka pebisnisnya (developer) juga wajib memahami hukum syariah tentang berbagai urusan itu. Misalnya :
A. Legal Perijinannya, Wajib memahami Fiqh Ijarah, hukum risywah (suap), serta fiqh samsarah (pemakelaran).
B. Teknologi dan Manajemennya, Wajib memahami hukum-hukum tentang teknologi dan manajemen.
C. Konstruksi dan Pembangunannya, Wajib memahami Fiqh Ijarah dan kontrak jasa.
D. Pemasarannya, Wajib memahami hukum seputar iklan, fiqh makelar, fiqh bonus, fiqh hadiah, fiqh jual beli (tunai, kredit atau pesanan), fiqh agunan dsb.
OUT PUT
Akad-akad yang menyangkut OUTPUT bisnis di antaranya seputar profit. Misalnya mekanisme bagi hasilnya, fiqh ijarah (gaji atau upah), serta fiqh zakat dan sedekah. Jika terkait dengan bisnis property, maka pebisnisnya (developer) wajib mengetahui hukum syariah tentang berbagai urusan itu. Misalnya :
A. Tentang Bagi Hasilnya Wajib mengetahui Fiqh Bagi Hasil atau Syirkah.
B. Tentang Ujrah atau Upahnya. Wajib memahami Fiqh Ijarah.
C. Tentang Konsekuensi Kepemilikan Harta Wajib memahami Fiqh Zakat dan Fiqh Sedekah.
Demikianlah berbagai parameter suatu bisnis, apakah dapat dikategori sebagai bisnis syariah atau bukan. Jika bergerak di bisnis property, maka apakah akad-akad yang dilakukan mulai dari INPUT, PROSES, hingga OUTPUT-nya sudah mematuhi aspek syar’ie ataukah tidak. Jika tidak, maka sebaiknya jangan pernah membawa-bawa nama syariah. Sebab, syariah bukan sekadar penglaris barang dagangan. Syariah pun bukan hanya sekadar label pemanis mata. Kami menghimbau seluruh kaum muslimin senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan mencari rizki yang halal dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihu wa Sallam telah bersabda,
“Barangsiapa mendapatkan harta dengan cara yang berdosa, lalu dengannya ia menyambung silaturrahmi, atau bersedekah dengannya, atau menginfakkannya di jalan Allah, ia lakukan itu semuanya, maka ia akan dilemparkan dengan sebab itu ke neraka jahannam.” (Hasan lighairihi, HR. Abu Dawud, lihat Shahih At-Targhib, 2/148 no. 1721)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kebaikan itu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Sesungguhnya harta benda ini nampak hijau (indah) nan manis (menggiurkan). Sungguh perumpamaannya bagaikan rerumputan yang tumbuh di musim semi. Betapa banyak rerumputan yang tumbuh di musim semi menyebabkan binatang ternak mati kekenyangan hingga perutnya bengkak dan akhirnya mati atau hampir mati. Kecuali binatang yang memakan rumput hijau, ia makan hingga ketika perutnya telah penuh, ia segera menghadap ke arah matahari, lalu memamahnya kembali, kemudian ia berhasil membuang kotorannya dengan mudah dan juga kencing. Untuk selanjutnya kembali makan, demikianlah seterusnya. Dan sesungguhnya harta benda ini terasa manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang benar dan membelanjakannya dengan benar pula, maka ia adalah sebaik-baik bekal. Sedangkan barang siapa yang mengumpulkannya dengan cara yang tidak benar, maka ia bagaikan binatang yang makan rerumputan akan tetapi ia tidak pernah merasa kenyang, (hingga akhirnya ia pun celaka karenanya).” (HR. Bukhari no. 6427 dan Muslim no. 1052).[]